Kesehatan jiwa menurut UU No. 18 tahun 2014 adalah kondisi ketika seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial; mampu menyadari kemampuan diri; mengatasi tekanan; bekerja secara produktif; serta berkontribusi pada komunitasnya. Individu dengan mental sehat tidak mudah terganggu oleh tekanan dari dalam maupun luar dirinya.
WHO (2004) melaporkan bahwa pada tahun 2001 terdapat lebih dari 450 juta penduduk dunia mengalami gangguan mental, dan diperkirakan kondisi neuropsikiatri akan mencapai 15% kecacatan global pada tahun 2020.
Di Indonesia, masalah gangguan kesehatan mental menunjukkan peningkatan signifikan. Data Riskesdas 2013 mencatat gangguan mental emosional pada usia 15+ tahun mencapai 14 juta orang (6%), sementara gangguan jiwa berat seperti skizofrenia mencapai 400.000 orang.
Penanganan gangguan jiwa di Indonesia masih berfokus pada pengobatan berbasis obat serta mengandalkan rumah sakit jiwa, sehingga banyak pasien kembali kambuh setelah pulang ke rumah karena kurangnya layanan kesehatan jiwa berbasis masyarakat.
Kini, pendekatan global telah bergerak ke arah recovery yang menekankan pemberdayaan pasien, dengan dukungan lingkungan, masyarakat, pemerintah, dan tenaga kesehatan. Indonesia perlu mengembangkan community mental health center dengan fasilitas dan SDM profesional.
Berbagai model recovery berbasis dukungan masyarakat telah mulai diterapkan dan menjadi harapan sebagai program nasional untuk menghilangkan stigma, memulihkan fungsi sosial, serta mengembalikan produktivitas pasien.
Isu dan model-model ini dibahas dalam Konferensi Nasional (Konas) Keperawatan Kesehatan Jiwa ke-XVI di Provinsi Lampung, tanggal 16–18 Oktober 2019.
Konas merupakan forum strategis bagi komunitas keperawatan jiwa untuk berbagi inovasi, informasi, dan edukasi. Kegiatan ini diharapkan memberi kontribusi pada peningkatan kualitas pelayanan kesehatan jiwa serta mendukung implementasi UU No. 18 Tahun 2014 tentang kesehatan jiwa.
View JournalCurrent Issue
Register